Pekerja PT AAE Keluhkan Kerja Tanpa Upah Lembur

Berita Utama216 Dilihat
Poto ilustrasi

 

PALI info86.co.id Dugaan pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan mencuat di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan. PT Abani Andalus Energy, salah satu perusahaan sektor tambang batu bara di wilayah Bumi Serepat Serasan, diduga memberlakukan jam kerja melebihi ketentuan tanpa pembayaran lembur bagi sebagian pekerjanya.

 

Informasi ini diungkapkan langsung kepada tim media ini. Seorang Pekerja mengakui bahwa pekerja bagian keamanan (security), Kantor (Office) dan Cheker dengan sistem kerja 11 jam per hari(07.00 wib sd 19.30 wib) dalam pola roster 70 hari kerja dan 14 hari cuti.

 

“Kami bekerja melebihi delapan jam, tapi tidak pernah dibayar lembur,” ujar pekerja yang meminta identitasnya dirahasiakan.

 

BACA JUGA  Pemuda Desa Muhammad Rizky Apriasnyah Desak untuk Evaluasi Langsung oleh Bupati PALI terhadap Kinerja Pemerintah Desa
Menurutnya, sistem ini hanya diberlakukan untuk tenaga keamanan (security), Kantor (Office) dan Chekker. Sementara itu, para operator yang bekerja dalam sistem 8 jam per hari, dari pukul 07.00 hingga 15.00 WIB, dan menerima upah lembur jika bekerja di luar jam tersebut. Ketimpangan ini menimbulkan kecemburuan sosial di antara para pekerja, mengingat seluruhnya bekerja dalam lingkungan kerja yang sama-sama menuntut fisik dan konsentrasi tinggi.

 

Selain dinilai melanggar UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja, sistem kerja 11 jam per hari juga dianggap melanggar UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Waktu kerja yang berlebihan dinilai berisiko menyebabkan kelelahan ekstrem dan meningkatkan potensi kecelakaan kerja.

 

BACA JUGA  Personel Polsek Jajaran Polresta Manado Jaga Masjid untuk Menjamin Keamanan Saat Sholat JumatĀ 
Tim media ini telah berupaya mengkonfirmasi dugaan tersebut kepada Dimas, Manajer HRD PT AAE. Namun hingga berita ini diterbitkan, pihak manajemen belum memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan.

 

Belum ada penjelasan resmi dari perusahaan apakah sistem kerja tersebut telah disahkan melalui Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang disepakati oleh serikat pekerja atau perwakilan karyawan, serta telah memperoleh pengesahan dari Dinas Tenaga Kerja.

 

Demikian pula, perusahaan belum memberikan keterangan tentang langkah-langkah yang dilakukan dalam menjamin keselamatan dan kesehatan kerja (K3) para pekerja di tengah sistem kerja yang dinilai memberatkan tersebut.

 

Kasus ini menjadi perhatian serius sejumlah pihak, serta menambah catatan buruk bagi perusahaan beroperasional di Kabupaten PALI, yang seharusnya dapat memberikan kontribusi ekonomi dan sosial bagi warga lokal. #tim berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *